Anak-anak selalu identik dengan keceriaan dan kehidupan tanpa beban. Pergi ke sekolah dan bermain bersama teman-teman. Namun siapa sangka ternyata dibalik keceriaannya, ada beban mental cukup berat yang harus ditanggung oleh seorang gadis berusia 11 tahun. Intan, siswi kelas 4 SD Hegarmanah Bawah, Jatinangor, terpaksa tumbuh dengan kekurangan kasih sayang akibat perceraian orang tua. Di usia yang masih sangat muda itu Intan harus menerima kenyataan bahwa orang tuanya telah berpisah. Tinggal bersama ibu dan kakaknya dalam kondisi finansial yang serba kekurangan membuatnya berfikiran untuk bangkit dari keterpurukan. Dengan semangat berkobar, Intan belajar dengan rajin agar bisa terus berprestasi. Intan selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya dan memasang wajah ceria. Keramahannya membuatnya punya banyak teman sehingga Ia bisa melupakan bebannya. Intan tidak lagi merasakan kesedihan yang mendalam. Kegigihan dan prestasi belajarnya membuat Intan mendapatkan beasiswa sehingga tetap bisa melanjutkan sekolah tanpa merepotkan ibunya. Keinginan untuk mendapat kasih sayang penuh dari kedua orang tua masih terus menjadi harapan Intan. Ia ingin kedua orang tuanya bersatu kembali. Tapi Ia merasa itu tidak mungkin karena ibunya telah menemukan calon pendamping baru, begitu pula ayahnya.  Intan terus memohon dalam doanya. Intan merindukan ayahnya tapi Ia hanya punya fotonya, bahkan Ia tak tahu kabar dan keberadaan ayahnya. Sampai kapanpun Ia tetap berharap keluarganya utuh kembali. Ia tetap berusaha menjalani hidup dengan riang, berusaha untuk tidak menunjukkan kepedihan. Karena intan tetaplah intan walau di kubangan lumpur sekalipun. Tetaplah bersinar, Intan.

Intan (a photostory)
Published:

Intan (a photostory)

A photostory about Intan

Published: